Minggu, 11 Desember 2016

Kajian : ZINA

“Dan janganlah engkau mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”
(QS. Al-Israa:32)
Bagian 1 : Menjauhi Zina
Sesungguhnya, Allah Subhanahu Wa Ta’alla telah menerangkan besarnya dosa zina. Zina adalah suatu perbuatan yang keji, buruk, dan jahat. Allah telah mengharamkannya meskipun untuk sekedar mendekati. Bahkan, dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi, bahwasannya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalaam pernah bersabda, “Sungguh, jika kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum besi menyala, itu lebih baik daripada menyentuh perempuan yang tidak halal baginya”.
Ada sebuah kisah tentang seorang laki-laki yang menghampiri Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalaam yang meminta izin untuk berzina. Laki-laki itu berkata, “Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk berzina!”. Mendengar hal itu, orang-orang yang ada di sana mencela laki-laki itu. Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalaam berkata, “Cukup, cukup! Suruhlah dia mendekat!”
Lalu, pemuda itu pun mendekati Rasulullah hingga jaraknya dekat sekali, kemudian dia duduk. Setelah itu, Nabi berkata kepadanya, “Apakah kamu rela jika perzinahan terjadi pada ibumu?”. Laki-laki itu menjawab, “Tidak, demi Allah”. Nabi melanjutkan kembali perkataannya, “Demikian pula orang lain, mereka tidak rela perzinahan terjadi pada ibu-ibu mereka”.
Nabi bertanya kembali, “Apakah kamu rela jika perzinahan terjadi pada putrimu?”. Laki-laki itu menjawab, “Tidak, demi Allah”. Nabi melanjutkan kembali perkataannya, “Demikian pula orang lain, mereka tidak rela perzinahan terjadi pada putri-putri mereka”.
Nabi bertanya kembali, “Apakah kamu rela jika perzinahan terjadi pada saudara perempuanmu?”. Laki-laki itu menjawab, “Tidak, demi Allah”. Nabi melanjutkan kembali perkataannya, “Demikian pula orang lain, mereka tidak suka perzinahan terjadi pada saudara perempuan mereka”.
Nabi bertanya kembali, “Apakah kamu rela jika perzinahan terjadi pada saudara wanita ayahmu?”. Laki-laki itu menjawab, “Tidak, demi Allah”. Nabi melanjutkan kembali perkataannya, “Demikian pula orang lain, mereka tidak rela perzinahan terjadi pada saudara wanita ayah mereka”.
Nabi bertanya kembali, “Apakah kamu rela jika perzinahan terjadi pada saudara wanita ibumu?”. Laki-laki itu menjawab, “Tidak, demi Allah”. Nabi melanjutkan kembali perkataanya, “Demikian pula orang lain, mereka tidak rela perzinahan terjadi pada saudara wanita ibu mereka”.
Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalaam meletakan tangannya pada tubuh pemuda itu dan berdoa, “Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya”. Setelah Nabi mendoakannya, pemuda itupun tidak pernah terpikirkan lagi untuk berbuat zina. Pemuda ini adalah pemuda yang jujur, dia sangat takut bermaksiat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’alla. Sehingga dia meminta izin kepada Rasulullah dan Rasulullah pun menasehati dan mendoakannya. Laki-laki ini tahu bahwa Allah mengharamkan berzina, dan dia pun tahu besarnya dosa bagi pelaku zina. Ia tidak ingin nafsunya yang menggebu itu menjadikannya terjatuh dalam perzinahan. (HR. Ahmad no. 22211 dan sanadnya dishahihkan Al-Albani).

Bagian 2 : Hukum bagi Pelaku Zina
Hukuman bagi pelaku zina adalah cambuk dengan rotan (didera) sebanyak 100 kali. Hal ini diperintahkan oleh Allah dalam QS. An-Nuur ayat 3 yang artinya, “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seseorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman3”. Berkaitan dengan ayat ini, ada sebuah kisah yang terjadi pada zaman Imam Asy-Syafi’i. Ada seorang pemuda yang bertanya mengenai ayat tersebut. Pemuda itu bertanya, “Mengapa hukum bagi pezina sedemikian beratnya?”. Pada saat itu wajah Asy-Syafi’i memerah, lalu dia berkata “Karena..” jawabnya dengan mata menyala... “zina adalah dosa yang bala’ akibatnya mengenai semesta keluarganya, tetangganya, keturunannya, hingga tikus di rumahnya dan semut di liangnya”.
Tak cukup dengan itu, kemudian pemuda itu bertanya lagi, “Dan mengapa tentang pelaksanaan hukuman itu Allah berkata, “Dan janganlah rasa ibamu pada mereka menghalangimu untuk menegakkan agama Allah”. Apa maksud dari ayat itu?”
Asy-Syafi’i terdiam. Ia menunduk dan menangis, setelah sesak sesaat, ia berkata, “Karena zina seringkali datang dari cinta dan cinta selalu membuat kita iba, dan syaithan datang untuk membuat kita lebih mengasihi manusia daripada mencintai-Nya”.
Ia bertanya lagi, “Mengapa Allah berfirman pula “Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”? Bukankah untuk pembunuh, si murtad, dan pencuri, Allah tidak pernah mensyaratkan menjadikannya tontonan?”
Janggut Asy-Syafi’i telah basah, bahunya terguncang-guncang, kemudian ia berkata, “Agar menjadi pelajaran” ia terisak. “Agar menjadi pelajaran” ia tersedu. “Agar menjadi pelajaran” ia tergugu.  Lalu ia bangkit dari duduknya, mata beliau kembali menyala, “Karena ketahuilah oleh kalian, sesungguhnya zina adalah hutang! Hutang! Sungguh hutang, dan salah seorang dalam nasab pelakunya pasti harus membayarnya!”.
Siapapun wanita yang telah berzina, sesungguhnya dia telah mengiris-iris hati ayahnya, saudara laki-lakinya, putranya, suaminya, pamannya, dan seluruh mahramnya. Dan laki-laki yang berzina pun sejatinya ia telah merusak kehormatan laki-laki mahram wanita yang ia zinahi. Maka dari itu, hendaknya kita menjauhi diri dari zina.

Bagian 3 : Jangan Berputus Asa dari Rahmat Allah
“Wahai hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. sesungguhnya Allah Maha Mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah yang Maha Pengampun, Maha Penyayang”
(QS. Az-Zumar : 53)
Indonesia adalah salah satu negara yang mayoritas berpenduduk Islam, namun sistem pemerintahan negara ini tidak menggunakan sistem Islam. Begitupun hukuman bagi pelaku pezina. Lalu bagaimana jika ada seseorang yang berzina dan ingin bertaubat, tetapi tidak dirajam atau didera?
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalaam pernah bersabda, “Sesungguhnya Allah lebih suka menerima taubat hamba-Nya melebihi dari kesenangan seseorang yang menemukan kembali untanya yang hilang di tengah hutan.” (HR. Bukhari dan Muslim). Jika seseorang telah terjerumus pada perbuatan zina dan dia bertaubat dengan taubatan nasuha yang diiringi dengan perbaikan diri dan amal shaleh, maka taubatnya ini akan menghapuskan dosa yang pernah ia lakukan. Insyaa Allah, karena Allah sangat menyukai orang yang bertaubat dan memohon ampunan kepada-Nya. Dia, dengan Rahman-Nya akan memberikan ampunan yang seluas alam semesta meskipun dosa hamba-Nya sebanyak buih di lautan. Sungguh, begitu Maha Ghofur-nya Allah Subahanhu Wa Ta’alla.
Ada sebuah kisah yaitu ketika Ma’iz datang kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalaam dan dia mengaku telah berzina dan berkata, “Bersihkanlah aku!” (yaitu dengan ditegakan hukum rajam) Nabi menjawab, “Cukup, pulanglah dan mohon ampunlah kepada Allah dan bertaubatlah kepada-Nya” (HR. Muslim).
Hukum cambuk dan rajam bisa gugur bagi orang yang telah bertaubat dengan benar, berdasakan hadits Wa’il Al-Kindiy Rhadiyyallahu Anhu, dia berkata, “Seorang wanita keluar untuk melakukan shalat, kemudian ada seorang laki-laki menjumpainya dan laki-laki tersebut menzinahinya. Ketika itu lewatlah seorang laki-laki lain, dan dia ingin menolongnya. Laki-laki yang menzinahi itu pergi dan berlari. Karena kondisi yang gelap, wanita itu tidak tahu siapa yang menzinahinya, ia pun berteriak meminta tolong, “Seorang laki-laki telah berbuat terhadapku demikian dan demikian”.
Lalu datanglah sekumpulan orang-orang Anshar dan mereka berkerumun di sekitarnya. Wanita tadi berkata, “Seorang laki-laki telah berbuat terhadapku demikian dan demikian”. Akhirnya, laki-laki yang hendak menolong itu dibawa kepada Rasulullah untuk di rajam. Ketika akan di rajam, seorang lelaki di antara mereka berkata,  “Wahai Rasulullah, sayalah pelakunya”. Lalu Nabi SAW bersabda kepada wanita itu, “Pulanglah, sesungguhnya Allah telah mengampuni dosamu”. Dan kepada laki-laki yang bersalah, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalaam mengatakan dengan perkatan yang baik.
Ada yang bertanya kepada beliau, “Wahai Nabi Allah, tidakkah engkau merajamnya?”. Beliau menjawab, “Sesungguhnya dia telah bertaubat yang seandainya (taubat tersebut) dibagikan kepada 70 penduduk Madinah maka akan menutupi dosa mereka”. (HR. HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi).
Dari hadits tersebut bisa dipahami bahwa hukum hadduzzina (hukuman bagi orang yang berzina) bisa gugur bagi mereka yang telah bertaubat dengan benar. Ibnul Qayyim pun berpendapat demikian. Karena Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalaam pernah bersabda, “Orang yang bertaubat dari perbuatan dosa seperti orang yang tidak memiliki dosa”. (HR. Ibnu Majah).
“Sungguh, Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman66. Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan harta, mereka tidak berlebihan dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar67. Dan orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat68. (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina69, kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang70
(QS. Al-Furqan:66-70)
Jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah! Sesungguhnya Dia Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pengampun, dan Maha Segalanya.               

Wallahu ‘alaam bisshowab.
0

0 komentar:

Posting Komentar