“Dan janganlah engkau mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”
(QS. Al-Israa:32)
Bagian 1 : Menjauhi Zina
Sesungguhnya, Allah Subhanahu Wa Ta’alla telah menerangkan besarnya dosa zina. Zina
adalah suatu perbuatan yang keji, buruk, dan jahat. Allah telah mengharamkannya
meskipun untuk sekedar mendekati. Bahkan, dalam sebuah hadist yang diriwayatkan
oleh Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi, bahwasannya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalaam pernah bersabda, “Sungguh, jika kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum
besi menyala, itu lebih baik daripada menyentuh perempuan yang tidak halal
baginya”.
Ada sebuah kisah tentang seorang laki-laki yang
menghampiri Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalaam yang meminta izin untuk berzina. Laki-laki itu berkata, “Wahai
Rasulullah, izinkan aku untuk berzina!”. Mendengar hal itu, orang-orang yang
ada di sana mencela laki-laki itu. Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalaam berkata, “Cukup, cukup! Suruhlah dia
mendekat!”
Lalu, pemuda itu pun mendekati Rasulullah
hingga jaraknya dekat sekali, kemudian dia duduk. Setelah itu, Nabi berkata
kepadanya, “Apakah kamu rela jika perzinahan terjadi pada ibumu?”. Laki-laki
itu menjawab, “Tidak, demi Allah”. Nabi melanjutkan kembali perkataannya,
“Demikian pula orang lain, mereka tidak rela perzinahan terjadi pada ibu-ibu
mereka”.
Nabi bertanya kembali, “Apakah kamu rela jika
perzinahan terjadi pada putrimu?”. Laki-laki itu menjawab, “Tidak, demi Allah”.
Nabi melanjutkan kembali perkataannya, “Demikian pula orang lain, mereka tidak
rela perzinahan terjadi pada putri-putri mereka”.
Nabi bertanya kembali, “Apakah kamu rela jika
perzinahan terjadi pada saudara perempuanmu?”. Laki-laki itu menjawab, “Tidak,
demi Allah”. Nabi melanjutkan kembali perkataannya, “Demikian pula orang lain,
mereka tidak suka perzinahan terjadi pada saudara perempuan mereka”.
Nabi bertanya kembali, “Apakah kamu rela jika
perzinahan terjadi pada saudara wanita ayahmu?”. Laki-laki itu menjawab,
“Tidak, demi Allah”. Nabi melanjutkan kembali perkataannya, “Demikian pula
orang lain, mereka tidak rela perzinahan terjadi pada saudara wanita ayah
mereka”.
Nabi bertanya kembali, “Apakah kamu rela jika
perzinahan terjadi pada saudara wanita ibumu?”. Laki-laki itu menjawab, “Tidak,
demi Allah”. Nabi melanjutkan kembali perkataanya, “Demikian pula orang lain,
mereka tidak rela perzinahan terjadi pada saudara wanita ibu mereka”.
Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalaam meletakan tangannya pada tubuh pemuda
itu dan berdoa, “Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan jagalah
kemaluannya”. Setelah Nabi mendoakannya, pemuda itupun tidak pernah terpikirkan
lagi untuk berbuat zina. Pemuda ini adalah pemuda yang jujur, dia sangat takut
bermaksiat kepada Allah Subhanahu Wa
Ta’alla. Sehingga dia meminta izin kepada Rasulullah dan Rasulullah pun
menasehati dan mendoakannya. Laki-laki ini tahu bahwa Allah mengharamkan
berzina, dan dia pun tahu besarnya dosa bagi pelaku zina. Ia tidak ingin
nafsunya yang menggebu itu menjadikannya terjatuh dalam perzinahan. (HR. Ahmad
no. 22211 dan sanadnya dishahihkan Al-Albani).
Bagian 2 : Hukum bagi Pelaku
Zina
Hukuman bagi pelaku zina adalah cambuk dengan
rotan (didera) sebanyak 100 kali. Hal ini diperintahkan oleh Allah dalam QS.
An-Nuur ayat 3 yang artinya, “Perempuan
yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seseorang dari
keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan
hari akhirat, hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan
orang-orang yang beriman3”. Berkaitan dengan ayat ini, ada
sebuah kisah yang terjadi pada zaman Imam Asy-Syafi’i. Ada seorang pemuda yang
bertanya mengenai ayat tersebut. Pemuda itu bertanya, “Mengapa hukum bagi
pezina sedemikian beratnya?”. Pada saat itu wajah Asy-Syafi’i memerah, lalu dia
berkata “Karena..” jawabnya dengan mata menyala... “zina adalah dosa yang bala’
akibatnya mengenai semesta keluarganya, tetangganya, keturunannya, hingga tikus
di rumahnya dan semut di liangnya”.
Tak cukup dengan itu, kemudian pemuda itu
bertanya lagi, “Dan mengapa tentang pelaksanaan hukuman itu Allah berkata, “Dan janganlah rasa ibamu pada mereka menghalangimu
untuk menegakkan agama Allah”. Apa maksud dari ayat itu?”
Asy-Syafi’i terdiam. Ia menunduk dan menangis,
setelah sesak sesaat, ia berkata, “Karena zina seringkali datang dari cinta dan
cinta selalu membuat kita iba, dan syaithan datang untuk membuat kita lebih
mengasihi manusia daripada mencintai-Nya”.
Ia bertanya lagi, “Mengapa Allah berfirman pula
“Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan
orang-orang yang beriman”? Bukankah untuk pembunuh, si murtad, dan pencuri,
Allah tidak pernah mensyaratkan menjadikannya tontonan?”
Janggut Asy-Syafi’i telah basah, bahunya
terguncang-guncang, kemudian ia berkata, “Agar menjadi pelajaran” ia terisak.
“Agar menjadi pelajaran” ia tersedu. “Agar menjadi pelajaran” ia tergugu. Lalu ia bangkit dari duduknya, mata beliau
kembali menyala, “Karena ketahuilah oleh kalian, sesungguhnya zina adalah hutang!
Hutang! Sungguh hutang, dan salah seorang dalam nasab pelakunya pasti harus
membayarnya!”.
Siapapun wanita yang telah berzina,
sesungguhnya dia telah mengiris-iris hati ayahnya, saudara laki-lakinya,
putranya, suaminya, pamannya, dan seluruh mahramnya. Dan laki-laki yang berzina
pun sejatinya ia telah merusak kehormatan laki-laki mahram wanita yang ia
zinahi. Maka dari itu, hendaknya kita menjauhi diri dari zina.
Bagian 3 : Jangan Berputus
Asa dari Rahmat Allah
“Wahai hamba-Ku yang melampaui batas terhadap
diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
sesungguhnya Allah Maha Mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah yang
Maha Pengampun, Maha Penyayang”
(QS. Az-Zumar : 53)
Indonesia adalah salah satu negara yang
mayoritas berpenduduk Islam, namun sistem pemerintahan negara ini tidak
menggunakan sistem Islam. Begitupun hukuman bagi pelaku pezina. Lalu bagaimana
jika ada seseorang yang berzina dan ingin bertaubat, tetapi tidak dirajam atau
didera?
Nabi Shalallahu
‘Alaihi Wassalaam pernah bersabda, “Sesungguhnya
Allah lebih suka menerima taubat hamba-Nya melebihi dari kesenangan seseorang
yang menemukan kembali untanya yang hilang di tengah hutan.” (HR. Bukhari dan Muslim). Jika seseorang
telah terjerumus pada perbuatan zina dan dia bertaubat dengan taubatan nasuha
yang diiringi dengan perbaikan diri dan amal shaleh, maka taubatnya ini akan
menghapuskan dosa yang pernah ia lakukan. Insyaa Allah, karena Allah sangat
menyukai orang yang bertaubat dan memohon ampunan kepada-Nya. Dia, dengan Rahman-Nya akan memberikan ampunan yang
seluas alam semesta meskipun dosa hamba-Nya sebanyak buih di lautan. Sungguh,
begitu Maha Ghofur-nya Allah Subahanhu Wa Ta’alla.
Ada sebuah kisah
yaitu ketika Ma’iz datang kepada Nabi Shalallahu
‘Alaihi Wassalaam dan dia mengaku telah berzina dan berkata, “Bersihkanlah
aku!” (yaitu dengan ditegakan hukum rajam) Nabi menjawab, “Cukup, pulanglah dan
mohon ampunlah kepada Allah dan bertaubatlah kepada-Nya” (HR. Muslim).
Hukum cambuk dan
rajam bisa gugur bagi orang yang telah bertaubat dengan benar, berdasakan
hadits Wa’il Al-Kindiy Rhadiyyallahu Anhu, dia berkata, “Seorang wanita keluar
untuk melakukan shalat, kemudian ada seorang laki-laki menjumpainya dan laki-laki
tersebut menzinahinya. Ketika itu lewatlah seorang laki-laki lain, dan dia
ingin menolongnya. Laki-laki yang menzinahi itu pergi dan berlari. Karena
kondisi yang gelap, wanita itu tidak tahu siapa yang menzinahinya, ia pun
berteriak meminta tolong, “Seorang laki-laki telah berbuat terhadapku demikian
dan demikian”.
Lalu datanglah
sekumpulan orang-orang Anshar dan mereka berkerumun di sekitarnya. Wanita tadi
berkata, “Seorang laki-laki telah berbuat terhadapku demikian dan demikian”.
Akhirnya, laki-laki yang hendak menolong itu dibawa kepada Rasulullah untuk di
rajam. Ketika akan di rajam, seorang lelaki di antara mereka berkata, “Wahai
Rasulullah, sayalah pelakunya”. Lalu Nabi SAW bersabda kepada wanita itu, “Pulanglah,
sesungguhnya Allah telah mengampuni dosamu”. Dan kepada laki-laki yang bersalah,
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalaam
mengatakan dengan perkatan yang baik.
Ada yang bertanya
kepada beliau, “Wahai Nabi Allah, tidakkah engkau merajamnya?”. Beliau menjawab,
“Sesungguhnya dia telah bertaubat yang seandainya (taubat tersebut) dibagikan
kepada 70 penduduk Madinah maka akan menutupi dosa mereka”. (HR. HR. Ahmad, Abu
Daud dan Tirmidzi).
Dari hadits tersebut
bisa dipahami bahwa hukum hadduzzina (hukuman bagi orang yang berzina) bisa
gugur bagi mereka yang telah bertaubat dengan benar. Ibnul Qayyim pun berpendapat
demikian. Karena Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalaam pernah bersabda, “Orang
yang bertaubat dari perbuatan dosa seperti orang yang tidak memiliki dosa”.
(HR. Ibnu Majah).
“Sungguh,
Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman66. Dan
(termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila
menginfakkan harta, mereka tidak berlebihan dan tidak (pula) kikir, di antara
keduanya secara wajar67. Dan orang yang tidak menyekutukan Allah
dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali
dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barangsiapa melakukan
demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat68. (yakni)
akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia kekal dalam azab
itu, dalam keadaan terhina69, kecuali orang-orang yang bertaubat dan
beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan
kebaikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang70”
(QS.
Al-Furqan:66-70)
Jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah! Sesungguhnya
Dia Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pengampun, dan Maha Segalanya.
Wallahu ‘alaam
bisshowab.
0 komentar:
Posting Komentar