Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Kutulis lagi surat cinta untukmu sahabatku, agar engkau tahu bahwa aku
benar-benar mencintaimu. Aku mencintaimu karena Allah.
Jika di suratku sebelumnya
aku berkisah tentang bagaimana aku merasa sedih karena engkau, duhai sahabatku,
yang dengan percaya dirinya mempertontonkan auratmu dan bergandengan dengan
laki-laki yang bukan muhrimmu. Kali ini aku akan berkisah tentang kecewanya aku
terhadap diriku sendiri karena tidak dapat menjadi sahabat yang baik untukmu.
Sahabat? Apa itu sahabat?
Bagiku, sahabat adalah orang
yang begitu dekat dengan kita, seiya sekata, selalu menemani kita, menghibur
kita, memeluk kita, mendengarkan kita, dan berbicara pada kita. Sahabat adalah
orang yang tertawa dengan kita bahkan terkadang mentertawakan kita. Sahabat
adalah orang yang merasa sedih bila kita sedih, dan merasa kehilangan jika kita
tidak ada. Sahabat adalah seorang teman yang kita sayangi, bukan karena fisik,
bukan karena harta, bukan karena keturunan, bukan karena agama, bukan pula
karena kepintaran. Tapi, sahabat adalah teman yang kita sayangi karena dia
adalah sahabat kita. Kita menyayanginya tulus dari hati, bukan karena kita
ingin terus ada didekat mereka, cukup mereka bahagia, itu sudah cukup.
Saat ini, aku tahu bahwa kita
tak lagi dekat, tak lagi seiya sekata, tak lagi saling menemani, tak lagi
saling menghibur, tak lagi saling berpelukan, tak lagi saling mendengarkan, dan
tak lagi saling bicara. kita bahkan tidak pernah tertawa bersama lagi. Tapi,
apakah itu menjadikan kita bukan lagi menjadi sahabat? Tidak. Kita tetap
bersahabat, meskipun kita berjauhan. Kita tetap bersahabat, karena sungguh aku
masih sangat menyayangi dan mencintaimu. Aku mencintaimu karena engkau adalah
sahabatku, sahabat yang aku sayangi karena Allah. Karena Allah, dulu memberiku
seorang sahabat, yaitu kamu.
Aku ingin engkau bahagia
sahabatku, aku ingin kau bahagia di dunia dan di akhirat. Ini aku tulus
ucapkan, ini pun tulus aku inginkan. Aku ingin kita semua bisa berkumpul dan
bercengkrama lagi di surga-Nya.
Maaf, bila
sebelum-sebelumnya, dakwahku pada begitu keras. Percayalah, semua itu karena
aku tidak tahu caranya harus seperti apa. Sungguh, aku ingin kau mengetahui apa
yang aku ketahui. Karena jika kau tahu apa yang aku tahu, maka aku yakin kau
pun akan melakukan hal yang sama denganku. Kau salah jika menganggapku aneh,
sesat, fanatik, dan lain sebagainya. Aku hanya ingin kita sama-sama taat
kepada-Nya. Aku ingin kita bersama-sama mencintai-Nya.
Aku terkadang kesal pada
diriku sendiri. Mengapa aku begitu bodoh! Mengapa untuk mengajak sahabatku
sendiri pada kebaikan itu sangat sulit? Mengapa aku tidak dapat melakukannya?
Mengapa aku ragu-ragu pada kebenaran, mengapa aku tidak sepenuh hati pada kebaikan.
Sekarang aku tersadar, mungkin selama ini aku kurang sabar. Aku terlalu
terburu-buru memaksamu untuk berhijrah seperti diriku, padahal sebenarnya kau
membutuhkan waktu.
Tapi, ketahuilah sahabat. Itu
semua karena aku begitu takut. Aku takut waktuku atau waktumu tak cukup lagi
untuk bertaubat. Aku takut kita meninggal dalam gelimangan dosa diantara
kegelapan. Aku tidak memintamu untuk memasuki suatu komunitas atau organisasi
keagamaan, aku tidak meminta uang darimu, aku tidak akan meminta apapun darimu.
Demi Allah, aku hanya ingin memintamu satu hal saja, maukah kau mencintai Allah
bersamaku?
Hanya itu saja, itu saja
kawan.
Maaf, aku bukan sahabat yang
baik untukmu. Aku tidak bisa menemanimu ataupun menghiburmu lagi seperti dulu.
Tapi, aku ingin selalu mengingatkanmu pada kebenaran dan kebaikan. Maaf, bila
di matamu aku gagal menjadi seorang sahabat. Aku memang telah gagal. Bahkan,
untuk mencapai keinginanku dalam mengajakmu pada Allah pun aku tidak mampu. Aku
gagal menjadi seorang sahabat. Maafkan aku kawan, aku memang menyedihkan.
Dulu aku selalu mendukungmu,
bahkan itu dalam kesesatan. Itu semua karena aku belum tahu. Andai saja waktu
bisa kuputar. Andai saja sejak dari dulu aku bertaubat, tentu kau pun akan
kuajak bersama dalam taat karena saat itu kita begitu dekat. Tapi saat dulu itu,
apa yang telah kuperbuat? Aku malah pernah bersamamu dalam maksiat. Maafkan aku
sahabat. Maaf karena aku pernah menjadi sumber dosa bagimu.
Aku ingin menebus kesalahanku
di masa lalu. Aku ingin terus mengingatkanmu pada kebaikan dan kebenaran. Aku
ingin melakukannya tanpa melukai hatimu, tapi kau paham apa yang aku maksud.
Maaf, untuk aku yang sangat bodoh ini. Aku begitu bodoh, bahkan untuk berbicara
pada sahabatku sendiri, aku tak tahu bagaimana caranya.
Semoga Allah menyayangimu,
duhai separuh hatiku. Semoga Allah memberkahimu duhai sahabatku.
Sungguh sahabatku, aku begitu
merinduimu.. aku merinduimu untuk bersama-sama dalam taat. Maafkan aku yang
telah gagal menjadi sahabat untukmu.
Rindu..
Seperti inilah rinduku padamu
Rindu, agar kau mendapat hidayah yang sama
denganku
Rindu, agar orang yang kucintai bersama-sama
taat denganku
Rindu, agar sahabatku mau mencintai Allah
bersamaku
Tak rela rasanya, saat diri ini sedang berada
di samudra ketaatan
Sedangkan orang terkasih, sedang tenggelam
dalam gelapnya lumpur kemaksiatan
Tak tega rasanya, diri bersandar di atas
dipan-dipan rahmat-Nya
Sedangkan orang terkasih terlunta-lunta dalam
murka-Nya
Tentu kita tidak akan rela, tentu kita tak akan
tega
Tentu kita ingin orang terkasih berada dalam
barisan yang sama
Bersama-sama di jalur yang benar, agar selamat
dunia akhirat
0 komentar:
Posting Komentar