Assalaamu'alaikum
wr. wb.
Sedikit bercerita, semoga menjadi
penghibur bagi yang hatinya sedang dilanda kesusahan..
Sedari kecil, aku terbiasa hidup
jauh dari orang tua. Sendiri membuat diri yang manja ini akhirnya mandiri.
Mengatur diri agar perasaan cemburu terhadap teman yang dekat dengan orang
tuanya, tidak mudah terteka. Mengatur air mata agar isaknya tak bersuara saat
orang tua tengah berbicara, yang hanya kudengar 1 jam dari 24 jam setiap
harinya. Bertemu dan bercengkrama pun hanya 3 minggu dari 3 tahun yang
kujalani. Sesak, memang. Tapi inilah cara Tuhan membuatku menjadi mandiri seperti
ini. Mengatur keuangan, mencari tambahan uang jajan, mengatur waktu belajar,
semua mudah untuk kulakukan. Ya, semuanya terasa mudah. Karena aku telah
terbiasa.
Dulu aku sempat berfikir, apakah aku
bisa? Aku masih sangat belia. Hidup tanpa orang
tua yang menjaga diriku sendiri di tengah dunia yang semakin kejam? Menangis(?). Ya,
setiap hari aku menangis. Menangis meratapi kisah hidupku yang tak pernah
kubayangkan 'kan menjadi seperti ini. Sedih, melihat rumah yang dulu penuh
keceriaan, kini mendadak sepi.Tidak ada siapapun, kecuali lemari dengan
debunya. Aku takkan menyalahkan orang tuaku, takkan pula menyalahkan keadaan.
Ini jalan hidupku. Orang tuaku menyayangiku. Tak ikut bersama mereka adalah
pilihanku. Aku memilih tinggal di
sini bersama seorang kakakku, dan aku
memilih hidup di
kota ini dengan bekal doa dari orang tuaku.
Takut. Itulah hal kedua yang kurasakan. Tapi kemudian, aku pun berfikir, apa yang
harus kutakutkan? Aku punya Allah yang akan selalu melindungiku. Hey, ternyata aku memang tak sendiri, meskipun kakakku seringkali pulang larut
malam. Aku tak
sendirian. Aku punya Allah, tempatku bergantung dan meminta. Aku punya Al-Qur'an
sebagai petunjuk kehidupan. Aku tak sendirian. Sejenak, kalimat itulah yang
menyejukkan hati dan mataku.
Kehidupanku berjalan dengan sangat
mudah. Aku bisa melakukan apapun yang kuinginkan. Tapi, sebenarnya bila
kuingat-ingat lagi perjuangan-perjuangan yang telah kulakukan. Hidupku ternyata
tidak mudah seperti yang kubayangkan sebelumnya. Banyak cobaan, ujian, dan
rintangan yang harus kujalani. Aku hadapi semuanya, dan aku pelajari. Ternyata,
setelah kulewati itu semua, semuanya terasa mudah. Asalkan kita yakin, kita
bisa dan kita yakin semuanya dimudahkan Allah SWT.
Benar kata
Allah, bahwa setelah kesulitan ada kemudahan. Bahwa Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupan orang tersebut. Bahwa Allah tidak
meninggalkan kita dan tidak pula membenci kita. Maha benar Allah dengan segala
firman-Nya.
Dulu, ada perasaan dimana saat aku
malas belajar, aku ingat
kedua orang tua yang jauh di sana. Aku berkhayal mereka
bisa datang ke acara kelulusanku sewaktu SMK dan melihat bahwa aku, anaknya
ternyata mampu dan bisa berprestasi walaupun jauh dari mereka. Akhirnya kutendang semua kemalasan itu, dan
hasilnya usahaku tak berbuah sia-sia. Aku mendapat ranking pertama di kelas,
dan aku sangat bahagia. Meskipun pada kenyataannya mereka tak datang melihat
anaknya ini.
Dulu ada perasaan ingin jajan, ingin
main, ingin punya benda seperti ini, ingin punya benda seperti itu, tapi aku tak punya uang. Aku bisa apa
tuk mewujudkannya? Tak mungkin aku meminta uang, malu rasanya. Aku bingung
harus bagaimana? Apakah keinginanku cukup berlabuh di angan-angan saja? Iya.
Dan kupikir, aku
tak memerlukan semua keinginanku itu. Aku masih bisa hidup walaupun tak
memiliki benda-benda yang kuingini dalam khayalku.
Namun ternyata, Allah tak ingin aku
seperti itu. Uang jajan dari orang tuaku yang dikirim setiap bulan, ternyata
jauh dari kata cukup untuk memenuhi kebutuhan dan tugas-tugas dari sekolah.
Jangankan untuk hura-hura, untuk makan saja kurang.
Hmmm. Hingga akhirnya, aku memilih untuk berjualan. Aku berjualan cilok goang
yang kubuat sendiri dengan tangan dan modal seadanya yang kupunya. Hasilnya,
ternyata alhamdulillah tidak
mengecewakan, Masyaa Allah. Aku bisa
memenuhi kebutuhanku, aku bisa membeli apa yang kumau, dan aku juga bisa
menabung dari hasil jerih payahku.
Tentu saja hal tersebut tidak
semudah yang diceritakan. Banyak hal
yang aku pelajari. Aku mesti belajar mengatur waktu, aku mesti
memberanikan diriku berjualan, aku mesti mengatur keuangan. Dan semuanya
memerlukan proses, hingga aku bisa menjalani semuanya dengan mudah.
Kini, semua terasa mudah bagiku dan
terlihat perbedaan yang cukup kontras antara aku dengan teman-temanku.
Di sini, di Bandung ini adalah kota
baru bagiku dan teman-teman baruku. Di sini aku memberanikan datang sendiri,
tanpa ada sanak saudara ataupun tempat tujuan. Aku yakin, Allah-ku akan
melindungiku karena Allah menyayangiku. Tak perlu ada yang kutakutkan, toh
tujuanku kesini itu baik. Aku ingin belajar, menuntut ilmu, mewujudkan
cita-citaku.
Di awal perkuliahan, aku menemukan
teman-temanku menangis setiap malam. Kuhibur mereka, dan kuberi support pada mereka. Mereka pun
bertanya, "Kenapa kamu
tak menangis? Tak rindukah
kamu dengan orangtuamu?"
Aku pun tersenyum
dan menjawab, "Untuk apa aku merindukan orang tuaku? Toh mereka selalu di
hatiku".
Aku selalu tertawa jika mengingatnya kembali. Mungkin, teman-temanku berpikir bahwa aku adalah orang yang paling sabar dan tabah sedunia. Aku tak pernah
menangis di depan mereka karena rindu orang tua. Iya, aku tak pernah menangis karena dulu aku sudah
sangat kenyang menangis. Ujian yang sedang dialami teman-temanku, aku anggap
mudah. Karena aku sudah pernah melewatinya. Akupun merasa senang, karena aku setingkat lebih tinggi dari mereka.
Banyak pula hal lainnya yang membuat
diriku senang karena aku
telah melewati ujian lebih dulu dari teman-temanku. Karena, saat itu aku bisa memberikan nasihat yang bermanfaat untuk
orang-orang disekitarku. Aku senang bisa berbagi ilmu dan membantu meringankan
beban mereka.
Semua hal itu seringkali membuatku berpikir,
kata-kata seperti, "Mengapa Allah memberiku ujian seperti ini? Mengapa
tidak orang lain saja? Mengapa mesti aku yang harus menjalani ini semua?"
itu adalah kata-kata bodoh dari setan agar kita mengeluh dan lari dari masalah.
Padahal, Allah memberi kita ujian
yang kita rasa sangat berat, dan orang lain tidak mengalami apa yang kita alami
itu karena Allah percaya kita akan mampu mengahadapinya. Sungguh, Allah begitu menyayangi kita semua. Dan di saat kita telah lulus dari
ujian itu, kita akan melihat bahwa orang lain baru menghadapi ujian tersebut.
Ternyata, kita setingkat lebih tinggi dari mereka. Allah ingin kita lebih tinggi beberapa derajat dari yang lain
dihadapan-Nya.
Berprasangka baiklah terhadap Allah.
Apa yang Allah berikan adalah bukti cinta-Nya terhadap hamba-Nya. Oleh karena
itu, cintailah Allah, seperti Allah yang selalu mencintai kita. Yuk, kita
belajar mencintai Allah
bersama-sama, belajar memperbaiki
diri dan akhlak kita, serta membuat Dia semakin mencintai kita sebagai hamba-Nya yang beriman. Aamiin,
insyaa Allah.
Itu hanya sebait kisah dari cerita
hidupku, semoga bermanfaat untuk teman-teman semua. Mohon maaf bila banyak
kekurangan dan kesalahan. Jazakillah.
Wassalaamu'alaikum wr. wb.
0 komentar:
Posting Komentar