Saudaraku, pernahkah kalian merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta atau
berada dalam posisi hati yang sedang kasmaran? Sebagian besar dari kita, sudah
tentu pernah merasakannya, bukan? Karena biasanya perasaan seperti itu muncul saat
seseorang telah menginjak masa remaja atau bahasa gaulnya adalah masa a-be-ge
(anak baru gede).
Rasa cinta atau kasmaran tersebut sebenarnya bisa menjadi hal yang sangat
positif dan bahkan berpahala jika kita mampu mengarahkannya dengan benar. Nah,
lho kok bagaimana bisa? Bukankah sebuah perasaan yang belum diikat dengan halal
itu dosa? Eits, jangan salah, segala sesuatu yang berhubungan dengan cinta
adalah hal yang baik lagi benar selagi itu di jalan yang benar. Cinta adalah
anugerah, lantas mengapa harus ada batas untuk mensyukuri nikmat cinta yang telah
Allah berikan?
Namun, kita juga harus waspada ya, Saudaraku. Sebab, Syaithan itu selalu
saja menjadikan nikmat cinta itu menjadi sesuatu yang dimurkai oleh Allah Swt.
Syaithan membuat kita lebih mencintai dan menginginkan apa-apa yang bukan milik
kita. Kita semua mungkin sudah tidak asing dengan istilah, “Rumput tetangga lebih menarik daripada
rumput di halaman sendiri”. Kalimat itu ternyata berlaku juga dalam
kehidupan sehari-hari. Kita selalu disibukkan oleh hal-hal yang bisa
mendekatkan diri pada sesuatu yang bukan milik kita. Salah satu contohnya
adalah mendekati anak orang yang diinginkan tapi belum siap menghalalkan/dihalalkan.
Ups! (Tenang, pembahasannya tidak ke situ kok).
Nah, terkadang, karena sibuk mengejar apa yang belum kita dapatkan,
seringkali kita lalai terhadap apa yang seharusnya kita lakukan. Tujuan hidup
manusia adalah beribadah kepada Allah. Hal ini, seharusnya menjadi sebuah dasar
dalam setiap aktivitas kehidupan kita. Segala sesuatu itu harus dilandaskan
untuk beribadah kepada Allah semata. Tujuan dari beribadah adalah untuk
mendekatkan diri kepada-Nya. Agar kita dicintai-Nya dan digolongkan ke dalam
barisan orang-orang shaleh yang berhak mewarisi Surga-Nya. Otomatis, jika kita
ingin dicintai oleh Allah, kita pun harus mencintai-Nya terlebih dahulu.
Sangat egois dan tidak masuk akal, jika kita menginginkan menjadi orang
yang dicintai Allah tetapi kita tidak mencintai Allah. Kita ingin masuk Surga
Allah, tapi kita tidak mencintai Allah. Bukankah, Surga adalah tempat bagi
orang yang dekat dengan Allah. Orang yang dekat dengan Allah, sudah tentu
adalah orang yang mencintai Allah. Sudahkah kita mencintai Allah?
Bayangkan, misalnya ada orang yang memaksa kita untuk mencintainya. Akan
tetapi, orang itu tidak mencintai kita dan tidak pernah mau mendekati kita. Dia
hanya ingin agar kita memberi apapun yang dia minta. Bagaimana pendapatmu
mengenai orang itu, duhai Saudaraku? Bukankah, orang itu sungguh aneh! Pikiran
dan keinginannya tidak dapat diterima, bukan?
Sekarang, mari kita bermuhasabbah. Dalam konteks hubungan ketuhanan,
sudahkah kita mencintai-Nya? Tak inginkah kita berada di surga-Nya? Tak
inginkah kita menjadi seorang hamba yang disayangi-Nya?
Wah, pembahasan ini sepertinya mulai serius. Mari kita netralkan lagi dengan mengingat-ingat cerita cinta yang pernah kita rasakan. Barangkali, satu atau beberapa dari kita yang pernah merasakan kasmaran dan jatuh cinta, masih ingat dengan masa-masa jahiliyah itu. Dulu, kita mungkin merasa senang dan hati itu bagaikan melayang-layang saat si dia yang kita sukai memberikan surat cintanya kepada kita. Ah, jangankan surat cinta, sms atau chat dibalas cepat saja hati sudah berbunga-bunga. Bahkan, obrolan-obrolan di handphone selalu kita baca ulang untuk mengingat-ingat apa yang telah kita lakukan dan rasakan. Kalau zaman sekarang tentu tidak hanya itu. Modernnya zaman membuat segala sesuatu untuk mendapatkan informasi tentang si dia bukan lagi hal yang susah. Semuanya mudah. Ingin lihat foto dia, tidak perlu lagi membuka album kenangan. Apalagi saat ini banyak sosial media yang sukses membuat kita betah berlama-lama stalking ataupun diam di beranda sosial medianya.
Astagfirullah, itu semua adalah
cinta, tapi itu semua pun adalah dosa. Cinta bisa menjadi pahala dan suatu
nikmat yang tak terkira, tapi cinta juga ternyata bisa menjadi dosa dan
bumerang bagi kita bila tidak bisa menghadapinya. Semuanya adalah tentang
bagaimana kita mengendalikan cinta. Mari kita lupakan cinta yang telah menjadi
sumber dosa bagi diri kita. Jadikan itu hanya sebagai pengalaman jahiliyah dan
kekhilafan kita di saat remaja.
Nah, daripada memikirkan cinta yang
haram kita pikirkan, mending kita pikirkan cinta yang halal kita pikirkan. Mari
kita pikirkan bagaimana cara menjemput cinta yang berbuah pahala dan Surga.
Tentu saja pokok dari cinta ini adalah, cinta pada Allah Swt.
Tahukah, sahabatku?
Allah begitu mencintai kita. 1400 tahun yang lalu, Dia dengan Rahmaan-Nya telah menitipkan surat cinta
melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw. untuk hamba-Nya yang beriman.
Maasya Allah!
Surat cinta dari Allah itu, kita kenal dengan sebutan Al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah sebuah kumpulan surat-surat yang berisikan kata-kata yang
penuh hikmah, puitis, romantis, dan mulia yang pernah ada di dunia. Tidak ada
satu kitab pun yang bisa menandingi Al-Qur’an. Bahkan, 80% isi kandungan dari
Al-Qur’an saat ini sudah terbukti benar secara ilmiah. Al-Qur’an adalah bukti
kebenaran dari-Nya agar kita mendapat pelajaran, petunjuk, serta rahmat. Lalu,
apakah kita tidak terpesona dengan keagungan Al-Qur’an? Mengapa kita masih
malas untuk membacanya? Mengapa kita ragu untuk menghafalnya? Jawabannnya ada
di firman Allah Swt. dalam QS. Muhammad ayat 24, “Maka apakah mereka tidak memerhatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka
terkunci?”. Bisa jadi, kemalasan kita dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an
adalah karena sudah terkuncinya hati kita pada kebenaran. Naudzubillah. Yuk, mumpung hatinya belum tergembok (hehe), kita
coba buka lagi hati kita dengan segala keridhaan dan keikhlasan untuk menjemput
hidayah dan cinta dari-Nya.
Untuk bisa mencintai Allah, tentu kita harus mau mendekati-Nya. Salah
satunya ialah banyak berinteraksi dengan Al-Qur’an. Yuk, kita baca Al-Qur’an,
dan kita biasakan baca berulang-ulang. Bukankah dulu saat kita kasmaran kita
juga sering membaca history chat berulang-ulang? Mengapa tidak kita terapkan juga pada
Al-Qur’an? Mudah-mudahan, kita juga bisa kasmaran dengan Allah Swt. dan lambat
laun kita bisa utuh mencintai-Nya. Orang yang mencintai Al-Qur’an sudah tentu
pasti mencintai Allah. Begitupun orang yang mencintai Allah pasti tidak akan
jenuh atau bosan membaca surat-surat cinta dari-Nya.
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang
yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran
yang telah turun kepada mereka?”
(Al-Hadid:
16)
0 komentar:
Posting Komentar